Selasa, 08 Maret 2016

MODEL-MODEL DOKUMENTASI ASUHAN KEBIDANAN


Manajemen kebidanan tujuh langkah varney
Menurut helen varney, alur berpikir bidan saat menghadapi klien meliputi tujuh langkah, yaitu sebagai berikut.
1.      Pengkajian data
2.      Identifikasi diagnosis dan masalah
3.      Identifikasi diagnosis dan masalah potensial
4.       Identifikasi kebutuhan segera
5.      Menyusun rencana asuhan (intervensi)
6.      Melaksanakan rencana asuhan (implementasi)
7.      Evaluasi
Model dokumentasi SOAP
Untuk mengetahui apakah yang telah dilakukan oleh seorang bidan telah melalui proses berpikir sistematis, sebaiknya didokumentasikan dalam bentuk SOAP.
1.      S(subjektif)
2.      O(objektif)
3.      A(assessment)
4.      P(plan)
Langkah manajemen kebidanan
Langkah 1: Pengkajian
Pada langka pertama ini, dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap. Pada langkah pengkajian ini, bidan mengumpulkan semua informasi akurat dan lengkap dari beberapa sumber yang berkaitan dengan kondisi klien dengan cara wawancara dengan klien, suami, keluarga, dan dari catatan/dokumentasi pasien untuk memperoleh data subjektif. Sementara itu, data objektif dilakukan dengan melakukan observasi dan pemeriksaan.
Anamnesis/data subjektif
Prinsip-prinsip melakukan anamnesis adalah sebagai berikut.
1.      Memperkenalkan diri untuk menggali informasi
2.      Menggunakan teknik wawancara meliputi, mengajukan pertanyaan yang bersifat terbuka, klarifikasi kebiasaan/pola hidup sehari-hari, dan menggunakan bahasa yang dapat dipahami klien.
3.      Menghargai/menghormati hak pribadi klien
4.      Dengarkan dengan minat yang tinggi, perhatian, serta bereaksi dengan hal-hal yang diceritakan klien. Sebagai contoh: bila klien menceritakan mengenai kesulitan masa lalunnya berikan respon yang menunjukan bahwa anda simpati.
5.      Lebih responsif untuk permintaan penjelasan atau informasi
6.      Berikan infomasi secara tepat dan terperinci.
7.      Tidak perlu mencatat materi yang tidak relevan.
8.      Beri waktu klien untuk menjawab pertanyaan, jangan memotong jawaban klien kecuali klien mulai memberi jawaban ke arah yang lain atau anda perlu klarifikasi.
9.      Demgarkan klien dengan baik. Janagan ulangi pertnyaan akhir, juga tidak perlu memintanya mengulang jawaban sebab hal tersebut menandakan anda kurang perhatian.
10.  Beri bantuan terhadap jawaban yang masih tidak jelas atau informasi meskipun tidak berhubungan langsung dengan pertanyaan.
11.  Pastikan bidan mengerti apa yang dikatakan klien. Meskipun aksen dan eskpresinya berbeda antara suatu daerah dengan yang lainnya. Jangan ragu untuk meminta klien mengeja atau menjelaskan maksud yang dikatakannya.
12.  Hindari memberi kesan negatif yang dapat terlihat di wajah, bahasa tubuh, atau tekanan suara.
13.  Usahakan membuat suasana pribadi dan tidak didengar oleh orang lain.
14.  Berbicara dengan menanyakan, menjelaskan, dan dengan tekanan suara yang lembut.
15.  Pastikan selalu menatap mata, jangan selalu membaca dari formulir riwayat, mencatat respona atau yang lain-lain
16.  Hindari mengajukan pertanyaan kecuali anda dapat menerangkan kepada klien alasan anda menanyakan hal tersebut. Ada klien yang beranggapan bahwa kondisi sosial, seksual, ekonomi, pendidikan, pekerjaan, dan rumah merupakan informasi penting. Anda harus mendapatkan informasi penting tanpa mengajukan pertanyaan yang seolah mengorek kehidupan pribadinya.
Data-data yang dikumpulkan antara lain sebagai berikut.
1.      Identitas klien
2.      Alasan datang
3.      Riwayat perkawinan
4.      Riwayat penyakit sekarang (berhubungan dengan masalah atau alasan datang).
5.      Riwayat kesehatan lalu
6.      Riwayat keluarga
7.      Riwayat haid.
Anamnesis haid memberikan kesan pada kita tentang faal alat reproduksi/kandungan, meliputi:
a.       Umur menarche
b.      Frekuensi, jarak/siklus jika normal
c.       Lamanya
d.      Jumlah darah keluar
e.       Karakteristik darah (misal bergumpal)
f.       HPHT, lamanya dan jumlahnya normal
g.      Dismenorea
h.      Perdarahan uterus disfungsional, misal : spotting, menoragia, dan lain-lain
i.        Penggunaan produk sanitary (misal: celana dalam, pembalut)
j.        Sindrom syok keracunan
k.      Sindrom prementruasi
8.      Riwayat obstetri dan ginekologi
9.      Riwayat seksual
10.  Riwayat KB/kontrasepsi
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dimaksudkan untuk memperoleh data objektif. Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut.
1.      Pemeriksan umum
2.      Pengukuran tanda-tanda vital
3.      Pemeriksaan fisik khusus
4.      Pemeriksaan penunjang
a.       Pemeriksaaan laboratorium
b.      Pemeriksaan rontgen
c.       Pemeriksaan USG

Langkah 2: identifikasi diagnosis dan masalah
Pada langkah ini dilakukan iddentifikasi yang benar terhadap diagnosis atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Masalah dan diagnosis keduanya digunakan karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan, seperti diagnosis, tetapi sungguh membutuhkan penanganan yang dituangkan dalam sebuah rencana asuhan terhadap klien. Masalah sering berkaitan dengan pengalaman wanita yang diidentikasi oleh bidan sesuai dengan pengarahan. Masalah juga sering menyertai diagnosis.

Diagnosis kebidanan
Diagnosis kebidanan adalah diagnosis yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosis kebidanan. Standar nomenklatur diagnosis kebidanan adalah sebagai berikut.
1.      Diakui dan telah disahkan oleh profesi
2.      Berhubungan langsung dengan praktik kebidanan
3.      Memiliki ciri khas kebidanan
4.      Didukung oleh keputusan klinis (clinical judgement) dalam praktik kebidanan.
5.      Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan.
Masalah
Masalah adalah hal-hal yang berkaitan dengan pegalaman klien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosis.
Cotooh rumusan masalah:
1.      Masalah : wanita tidak menginginkan kehamilannya
Dasar : wanita mengatakan belum ingin hamil
2.      Masalah : wanita hamil trimester III merasa takut
Dasar : wanita mengatakan takut menghadapi persalinan
Contoh kebutuhan:
Ibu menyenangi binatang
Dasar : ibu mengatakan sekeluargnya menyayangi binatang
Kebutuhannya : ->  penyuluhan bahaya binatang terhadap kehamilan
                        : -> pemeriksan TORCH
Langkah 3: Identifikasi Diagnosis dan Masalah Potensial
Pada langkah ini, kita mengidentifikasi masalah potensial berdasarkan diagnosis atau diagnosis potensial berdasarkan diagnosis/masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan sambil mengamati klien, bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosis/masalah potensial ini benar-benar terjadi. Langkah ini penting sekali dalam melakukan asuhan yang aman.
Tujuan dari langkah ketiga ini adalah untuk mengantisipasi semua kemungkinan yang dapat muncul. Pada langkah ini, bidan mengidentifikasi diagnosis dan masalah potensial berdasarkan diagnosis dan masalah yang sudah teridentifikasi atau diagnosis dan masalah aktual.
Contoh:
Data                : Seorang wanita hamil dengan pembesaran uterus yang berlebihan.
Potensial          : ~ Polihidramnion
                          ~ Besar dari masa kehamilan
                          ~ Ibu dengan diabetes melitus
                          ~ Kehamilan kembar
            Bidan harus mempertimbangkan kemungkinan penyebab pembesaran uterus yang berlebihan tersebut. Kemudian bidan harus melakukan perencanaan untuk mengantisipasinya dan bersiap-siap terhadap kemungkinan tiba-tiba terjadi perdarahan postpartum yang disebabkan atonia uteri karena pembesaran uterus yang berlebihan.
            Pada persalinan dengan bayi besar, bidan sebaiknya juga mengantisipasi dan bersiap-siap terhadap kemungkinan terjadinya distosia bahu dan juga kebutuhan untuk resusitasi. Bidan juga sebaiknya waspada terhadap kemungkinan wanita menderita infeksi saluran kemih yang menyebabkan tingginya kemungkinan terjadinya peningkatan partus prematur atau bayi kecil. Persiapan yang sederhana adalah dengan anamnesis dan mengkaji riwayat kehamilan pada setiap kunjungan ulang, pemeriksaan laboratorium terhadap simtomatik bakteri, dan segera memberi pengobatan jika infeksi saluran kemih terjadi.
            Pada langkah ketiga ini, bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi, tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosis potensial tidak terjadi. Dengan demikian, langkah ini benar merupakan langkah yang bersifat antisipasi yang rasional/logis. Kaji ulang diagnosis atau masalah potenial yang diidentifikasi sudah tepat.
Langkah 4: Identifikasi Kebutuhan Segera
Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan oleh klien dan belum teridentifikasi dalam diagnosis dan masalah yang didapatkan dengan melakukan analisis data. Pada langkah ini, bidan menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, melakukan konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain berdasarkan koondisi klien. Setelah itu mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan/untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan lain yang sesuai dengan kondisi klien.
            Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan yang terjadi dalam kondisi darurat. Kondisi darurat dapat terjadi pada saat pengelolaan ibu hamil, ibu bersalin, nifas dan bayi baru lahir. Kondisi darurat merupakan kondisi yang membutuhkan tindakan dengan segera untuk menangani diagnosis maupun masalah darurat yang terjadi dan apabila tidak segera dilakukan tindakan segera akan dapat menyebabkan kematian ibu maupun anak.
            Pada langkah ini mungkin saja diperlukan data baru yang lebih spesifik agar dapat mengetahui penyebab langsung diagnosis dan masalah yang ada. Oleh karena itu, diperlukan tindakan segera untuk mengetahui penyebabnya. Jadi, tindakan segera selain diatas bisa juga berupa observasi/pemeriksaan.
            Pada penjelasan diatas menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah/kebutuhan yang dihadapi kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnosis/masalah potensial pada langkah sebelumnya, bidan juga harus merumuskan tindakan darurat/segera yang harus dirumuskan untuk menyelamatkan ibu dan bayi. Dalam rumusan ini, termasuk tindakan segera yang mampu dilakukan secara mandiri atau bersifat rujukan. Kaji ulang apakah tindakan segera ini benar-benar dibutuhkan.
Langkah 5: Menyusun Rencana Asuhan Menyeluruh (Intervensi)
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan, tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut, seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling, dan apakah perlu merujuk klien bila ada msalah-masalah yang berkaitan dengan sosial ekonomi, kultural atau masalah psikologis. Dengan kata lain asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan kesehatan. Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan dan klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien juga akan melaksanakan rencana tersebut. Oleh karena itu pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana asuhan bersama klien kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya.
            Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan pengetahuan dan teori yang terbaru, serta sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan dilakukan klien. Kaji ulang apakah rencana asuhan sudah meliputi semua aspek asuhan kesehatan terhadap wanita.
            Rasional berarti tidak berdasarkan asumsi, tetapi sesuai dengan keadaan klien dan pengetahuan teori yang benar dan memadai atau berdasarkan suatu data dasar yang lengkap dan bisa dianggap valid sehingga menghasilkan asuhan klien yang lengkap dan tidak berbahaya.
Langkah 6: Pelaksanaan Rencana Asuhan (Implementasi)
Pada langkah ini dilakukan pelaksanaan asuhan langsung secara efisien dan aman. Pada langkah keenam ini, rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini dapat dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim lainnya. Walau bidan tidak melakukan sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya (misal: memastikan langkah tersebut benar-benar terlaksana).
            Meskipun bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, bidan tetap bertanggungjawab dalam manajemen asuhan klien untuk terlaksananya rencana asuhan bersama. Manajemen yang efisien, menyingkat waktu dan biaya, serta meningkatan mutu dan asuhan klien. Kaji ulang apakah semua rencana asuhan telah dilaksanakannya.
Langkah 7: Evaluasi
Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang telah diberikan. Hal yang dievaluasi meliputi apakah kebutuhan telah terpenuhi dan mengatasi diagnosis dan masalah yang telah diidentifikasi. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar-benar efektif dalam pelaksanaannya.
            Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut efektif, sedangkan sebagian lain belum efektif. Mengingat proses manajemen asuhan ini merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan, maka perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui manajemen untuk mengidentifikasi mengapa proses manajemen tidak efektif, serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut.
            Langkah-langkah proses manajemen pada umumnya merupakan pengkajian yang memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi tindakan, serta berorientasi pada proses klinis. Oleh karena proses manajemen tersebut didalam situasi klinis dan dua langkah terakhir bergantung pada klien dan situasi klinis, maka tidak mungkin proses manajemen in dievaluasi hanya dalam tulisan saja:
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN SOAP
Untuk mengetahui apa yang telah dilakukan oleh seorang bidan melalui proses berpikir sistematis, didokumentsikan dalam bentuk SOAP.
S (Subjektif)
:
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui amnesis (langkah I Varney)
O (Objektif)
:
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil labratorium dan uji diagnosis lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung asuhan (langkah I Varney)
A (Pengkajian/Assessment)
:
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi:
1.      Diagnosis/masalah
2.      Antisipasi diagnosis/masalah potensial
3.      Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter/konsultasi/kolaborasi dan atau rujukan (langkah II, III dan IV Varney)
P (Plan)
:
Menggambarkan pendokumentasian tindakan dan evaluasi perencanaan berdasarkan assessment (langkah V, VI dan VII Varney)
   
Metode 4 langkah yang dinamakan SOAP ini disarikan (dirumuskan) dari proses pemikiran penatalaksanaan kebidanan. Dipakai untuk mendokumentasikan asuhan pasien dalam rekaman medis pasien sebagai catatan kemajuan.
            Mengapa pendokumentasian ini begitu penting:
1.      Menciptakan catatan permanen tentang asuhan yang diberikan kepada pasien.
2.      Memungkinkan berbagai informasi diantara para pemberi asuhan.
3.      Memfasilitasi pemberian asuhan yang berkesinambungan.
4.      Memungkinkan pengevaluasian dari asuhan yang diberikan.
5.      Memberikan data untuk catatan nasional, riset dan statistik mortalitas/morbiditas.
6.      Meningkatkan pemberian asuhan yang lebih aman dan bermutu tinggi kepada klien.

Mengapa catatan SOAP dipakai untuk pendokumentasian?
1.      Pembuatan grafik metode SOAP merupakan kemajuan informasi yang sistematis yang mengorganisasi penemuan dan kesimpulan anda menjadi suatu rencana asuhan.
2.      Metode ini merupakan penyaringan inti sari dari proses penatalaksanaan kebidanan untuk tujuan penyediaan dan pendokumentasian asuhan.
3.      SOAP merupakan urutan-urutan yang dapat membantu anda dalam mengorganisasi pikiran anda dan memberikan asuhan yang menyeluruh.

SOAP adalah catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis dan tertulis. Seorang bidan hendaknya menggunakan SOAP setiap kali ia bertemu dengan pasiennya. Selama masa antepartum, seorang bidan dapat menuliskan satu catatan SOAP untuk setiap kali kunjungan; sementara dalam masa intrapartum, seorang bidan boleh menuliskan lebih dari satu catatan untuk satu pasien dalam satu hari. Selain itu juga, seorang bidan harus melihat catatan-catatan SOAP terdahulu bilamana ia merawat seorang klien untuk mengevaluasi kondisinya yang sekarang.
Catatan:
Untuk lebih jelasnya tentang metode pendokumentasian asuhan kebidanan dibahas dalam mata kuliah dokumentasi kebidanan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar